HATI YANG SEHAT & HATI YANG SAKIT
Wahai Saudaraku yang dirahmati oleh Allah ‘azza wa jalla, ketahuilah bahwa
peran hati bagi seluruh anggota badan ibarat raja bagi para prajuritnya. Semua bekerja
berdasarkan perintahnya. Semua tunduk dibawah kekuasaannya. Karena perintah
hatilah, ketaatan serta penyelewengan dan penyimpangan itu ada. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ketahuilah, didalam tubuh itu
ada segumpal daging, bila ia baik, maka baik pulalah seluruh tubuh. Dan apabila ia rusak, maka rusak pulalah seluruh tubuh. Ketahuilah itu adalah hati.”
(HR. Muttafaqun
‘alaihi).
Hati adalah raja. Seluruh anggota badan adalah pelaksana segala yang
diperintahkannya. Aktivitasnya tidak dinilai benar jika tidak diniatkan dan
dimaksudkan oleh hati, sang raja. Akan tetapi, dikemudian hari, hati akan
ditanya tentang para prajuritnya, sebab setiap pemimpin pasti akan dimintai
pertanggungjawabannya atas yang dipimpinnya.
Maka dari itu, berbagai upaya untuk meluruskan serta mensucikan hati
merupakan salah satu perkara yang menjadi perhatian para ulama dan orang-orang
yang menempuh jalan menuju Allah ‘azza wa jalla. Demikian pula melakukan
pengkajian atas berbagai penyakit-penyakit hati serta metode untuk mengobatinya
merupakan salah satu bentuk ibadah yang utama bagi para ahli ibadah.
Macam-Macam Hati
Hati seseorang bisa hidup dan mati. Oleh karenanya, hati manusia dapat
dikelompokkan menjadi 3 kelompok dilihat dari kondisinya, yaitu:
1.
Hati yang Sehat
2.
Hati yang Mati
3.
Hati yang Sakit
Pertama, hati yang sehat.
Yaitu hati yang
selamat. Barangsiapa pada hari kiamat –menghadap Allah ‘azza wa jalla tanpa
membawa hati yang sehat, maka dia akan celaka. Allah ‘azza wa jalla berfirman
(yang artinya): “Adalah hari, yang mana harta dan anak-anak tidak bermanfaat
sama sekali, kecuali orang yang datang kepada Allah dengan hati yang selamat”.
(QS. Asy-Syua’ra:88-89).
(QS. Asy-Syua’ra:88-89).
Hati yang selamat didefinisikan sebagai hati yang terbebas dari berbagai
syahwat, terbebas dari keinginan yang bertentangan dengan perintah Allah ‘azza
wa jalla, dan terbebas dari belenggu syubhat, yaitu ketidakjelasan yang
menyeleweng dari kebenaran. Hati yang sehat adalah hati yang tidak pernah
beribadah kepada selain Allah ‘azza wa jalla dan berhukum kepada selain
Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam. Semua ibadahnya murni kepada Allah ‘azza
wa jalla semata.
Kedua, hati yang mati.
Yaitu hati yang tidak mengenal siapa Rabb-nya. Ia tidak beribadah
kepada-Nya, enggan menjalankan perintah-Nya, dan enggan untuk melakukan sesuatu
yang dicintai dan diridhai-Nya. Hati seperti itu selalu berjalan bersama dengan
hawa nafsu dan kenikmatan duniawi, walaupun itu dibenci dan dimurkai Allah. Ia
tidak peduli kepada keridhaan dan kemurkaan Allah ‘azza wa jalla.
Ketiga, hati yang sakit.
Hati yang sakit adalah hati yang hidup namun mengandung penyakit. Ia akan
mengikuti unsur yang kuat yang sedang bergejolak didalamnya. Kadang-kadang ia
cenderung kepada kebaikan, dan kadang-kadang pula cenderung kepada kehancuran.
Padanya terdapat kecintaan, keimanan, keikhlasan, dan tawakkal kepada Allah,
yang merupakan sumber kehidupan. Namun padanya pula ada kecintaan dan ketamakan
terhadap syahwat, hasad, sifat sombong, dan sifat ujub (tinggi hati), yang
merupakan sumber bencana dan kehancurannya. Hati jenis ini senantiasa berada di
antara dua penyeru; penyeru kepada Allah, Rasul, hari akhir, dan penyeru kepada
kehidupan duniawi.
Indikasi Sakit dan Sehatnya Hati
Hati seseorang bisa sakit. Di antara tanda sakitnya hati adalah keengganan
mengonsumsi “makanan” yang bermanfaat. Hati yang sehat selalu mengutamakan
“makanan” yang bermanfaat daripada racun yang mematikan. Makanan yang terbaik
bagi hati seseorang adalah keimanan. Dan obat yang terbaik bagi hati yang sakit
adalah al-Qur’an.
Sedangkan tanda
sehatnya hati adalah “kepergiannya dari kehidupan duniawi menuju ukhrawi. Di
dunia ini, ia diibaratkan bagai orang asing yang mengambil kebutuhannya, lalu
kembali kepada negerinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan
kepada Abdullah bin Umar, “Di dunia ini, hendaknya kamu berlaku seperti
orang asing, atau orang yang sekedar lewat.”
(HR. Bukhari)
Empat Racun Hati
Ketahuilah
wahai saudaraku sekalian bahwa setiap kemaksiatan adalah racun bagi hati. Ia
menjadi penyebab sakit dan kehancurannya. Yang dimaksud dengan empat racun hati
adalah:
1.
Banyak bicara
2.
Banyak makan
3.
Banyak memandang
4.
Banyak bergaul
Racun Pertama, banyak bicara.
Abu Hurairah
meriwayatkan, “Yang paling banyak menjerumuskan manusia kedalam neraka
adalah dua lubang, mulut dan kemaluan.”
(HR. at-Tirmidzi).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Barangsiapa
beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.”
(HR. Bukhari dan Muslim).
Bencana lisan
yang paling sedikit mudharat (dampak buruk) nya adalah berbicara tentang
sesuatu yang tidak berfaedah (bermanfaat). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Merupakan kebaikan keislaman seseorang, jika ia
meninggalkan sesuatu yang tidak berfaedah baginya.”
(HR. at-Tirmidzi, Ahmad).
Racun Kedua, banyak makan.
Sedikit makan
dapa melembutkan hati, menguatkan daya piker, membuka diri, serta melemahkan
hawa nafsu dan sifat marah. Sedangkan banyak makan akan mengakibatkan
kebalikannya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada bejana
yang diisi oleh anak Adam yang lebih buruk daripada perutnya. Cukuplah bagi
anak Adam beberapa suap untuk menegakkan tulang punggungnya. Jika tidak bisa,
maka sepertiga dari perutnya diisi untuk makannya, sepertiga untuk minumnya,
dan sepertiga untuk nafasnya.”
(HR. Ahmad,
at-Tirmidzi).
Racun Ketiga, berlebihan dalam bergaul.
Ketika bergaul, ada baiknya bagi kita untuk dapat mengklasifikasikan
manusia menjadi empat macam. Ketidakmampuan kita membedakan masing-masing
kelompok akan membawa bencana dan kerugian bagi diri kita sendiri.
1.
Kelompok yang apabila bergaul dengan mereka diibaratkan seperti mengonsumsi
makanan yang bergizi. Ia begitu dibutuhkan siang dan malam. Jika seseorang
telah menyelesaikan keperluannya, ia ditinggal, dan jika diperlukan lagi, maka
ia didatangi. Mereka itu adalah para Ulama, orang-orang yang setia kepada Allah
‘azza wa jalla, kepada Kitab-Nya, dan kepada Rasul-Nya. Bergaul dengan mereka
merupakan sebuah keuntungan yang nyata.
2.
Kelompok yang apabila bergaul dengan mereka diibaratkan seperti mengonsumsi
obat. Ia dibutuhkan dikala sakit. Selama anda sehat, anda tidak perlu bergaul
dengan mereka. Mereka adalah professional dalam urusan muamalat, bisnis, dan
berbagai urusan kehidupan duniawi.
3.
Kelompok yang jika kita bergaul dengan mereka diibaratkan sebagaimana
mengkonsumsi penyakit. Bergaul dengan mereka tidak membawa keuntungan
sedikitpun, baik keuntungan dunia mapun keuntungan akhirat.
4.
Kelompok yang jika bergaul dengan mereka diibaratkan kita sedang menggapai
sebuah pintu kebinasaan. Mereka ibarat racun. Mereka adalah penyeru kepada
jalan kesesatan, serta penghalang dari sunnah Rasulullah. Seorang yang berakal
tidaklah pantas bergaul dan berteman dengan mereka. Kalaupun itu dilakukan,
niscaya hatinya akan sakit, bahkan mati.
Racun Keempat, banyak memandang.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pandangan itu
adalah panah beracun iblis. Barangsiapa menundukkan pandangannya karena Allah,
Dia akan memberikan kepadanya kenikmatan dalam hatinya yang akan ia rasakan
sampai bertemu dengan-Nya.”
(HR. At-Thabrani, al-Hakim, dan Ahmad)
Al-Imam al-Baihaqy menjelaskan bahwa maksudnya adalah
pandangan yang jatuh kepada wanita (bukan mahram, red) yang tidak sengaja
(dilihat, red) kemudian ia berpaling dalam rangka wara’ (menjauh dirinya dari
hal-hal yang meragukan)
Ketahuilah wahai saudaraku, bahwa masuknya setan ketika
seseorang memandang melebihi kecepatan aliran udara ke ruang hampa. Setan akan
menjadikan wujud yang dipandangnya seakan-akan indah, lalu akan menjadikannya sebagai
berhala tautan hati, kemudian mengobral janji dan angan-angan. Lalu setan akan
menyalakan api syahwat, dan ia lemparkan kayu bakar maksiat. Barangsiapa yang
membiarkan pandangannya bebas lepas, berarti telah memasukkan kegelapan ke
dalam hatinya. Sebagaimana bagi orang-orang yang menundukkan pandangannnya
karena Allah Ta’ala diibaratkan memasukkan cahaya ke dalam hatinya. Bila hati
telah bersinar, berbagai amal kebaikan akan berdatangan dari berbagai penjuru
untuk dilaksanakan. Dan bilamana hati telah diliputi oleh kegelapan, berbagai
bencana dan keburukan pun akan berdatangan dari berbagai tempat. Wal
‘iyadzubillah.
Wallahu Ta’ala ‘Alam Bisshawab.
Referensi:
Tazkiyatun Nufus Wa Tarbiyatuha Kama Yuqarriruhu ‘Ulama As-Salaf, Syaikh
DR. Ahmad Farid, tahqiq Majid bin Abi Al-Lain, cetakan Darul Qalam Beirut.
Penulis:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar